Kamis, 19 November 2009

ORAL SEKS DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Meski ada beberapa batasan tentang cara melakukan hubungan suami istri di dalam ajaran Islam, namun bukan berarti keindahan dan kehangatan aktifitas sex bagi pasangan muslim dikebiri. Pertanyaan yang kerap muncul di sebagian masyarakat muslim adalah halalkah melakukan sex oral?

Hingga saat ini, memang tidak sedikit masyarakat muslim yang masih mempertanyakan tentang halal dan tidaknya jima' atau berhubungan suami istri dengan cara oral. Mitos yang banyak berkembang selama ini, melakukan hubungan dengan cara memasukkan alat kelamin ke dalam mulut pasangan itu dianggap sama seperti kelakuan orang kafir, sehingga hukumnya haram. Benarkah?

Ibnu Taymiyyah berpendapat, selain ciuman dan rayuan, unsur penting lain dalam pemanasan adalah sentuhan mesra. Bagi pasangan suami istri, seluruh bagian tubuh adalah obyek yang HALAL untuk disentuh, termasuk kemaluan. Terlebih jika dimaksudkan sebagai penyemangat jima’.


Nashirudin Al-Albani, mengutip perkataan Ibnu Urwah Al-Hanbali dalam kitabnya yang masih berbentuk manuskrip, Al-Kawakbu Ad-Durari, “Diperbolehkan bagi suami istri untuk melihat dan meraba seluruh lekuk tubuh pasangannya, termasuk kemaluan. Karena kemaluan merupakan bagian tubuh yang boleh dinikmati dalam bercumbu, tentu boleh pula dilihat dan diraba. Diambil dari pandangan Imam Malik dan ulama lainnya.”


Berkat kebesaran Allah, setiap bagian tubuh manusia memiliki kepekaan dan rasa yang berbeda saat disentuh atau dipandangi. Maka, untuk menambah kualitas jima’, suami istri juga diperbolehkan pula menanggalkan seluruh pakaiannya. Dari Aisyah RA, ia menceritakan, “Aku pernah mandi bersama Rasulullah dalam satu bejana…” (HR. Bukhari dan Muslim).


Untuk mendapatkan hasil sentuhan yang optimal, seyogyanya suami istri mengetahui dengan baik titik-titik yang mudah membangkitkan gairah pasangan masing-masing. Maka diperlukan sebuah komunikasi terbuka dan santai antara pasangan suami istri, untuk menemukan titik-titik tersebut, agar menghasilkan efek yang maksimal saat berjima’.


Satu hal lagi yang menambah kenikmatan dalam hubungan intim suami istri, yaitu posisi bersetubuh. Kebetulan Islam sendiri memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada pemeluknya untuk mencoba berbagai variasi posisi dalam berhubungan seks. Satu-satunya ketentuan yang diatur syariat hanyalah, semua posisi seks itu tetap dilakukan pada satu jalan, yaitu farji. Bukan yang lainnya. Allah SWT berfirman, “Istri-istrimu adalah tempat bercocok tanammu, datangilah ia dari arah manapun yang kalian kehendaki.” QS. Al-Baqarah (2:223).

Demikian halnya dengan Sheikh Muhammad Ali Al-Hanooti, mufty, dalam Islamawarness.net menegaskan bahwa oral sex diperbolehkan dalam Islam. Ali Al-Hanooti menegaskan bahwa yang diharamkan dalam jima' hanya ada tiga hal, diantaramya: Anal sex, berhubungan sex saat istri sedang haid atau menstruasi dan sex pasca istri melahirkan (masa nifas). Sedangkan di luar ketiga hal itu, hukumnya halal.

Hal yang sama juga diungkapkan : Ustadz Sigit Pranowo, Lc di eramuslim.com. Dalam sebuah kajian konsultasi yang membahas tentang sex oral, Sigit mengatakan bahwa Hubungan seksual antara pasangan suami istri bukanlah hal yang terlarang untuk dibicarakan didalam Islam. Namun, bukan pula hal yang dibebaskan sedemikian rupa bak layaknya seekor hewan yang berhubungan dengan sesamanya.

Islam adalah agama fitrah yang sangat memperhatikan masalah seksualitas karena ini adalah kebutuhan setiap manusia, sebagaimana firman Allah swt,”Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, Maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.” (QS. Al Baqoroh : 223)

Ayat diatas menunjukkan betapa islam memandang seks sebagai sesuatu yang moderat sebagaimana karakteristik dari islam itu sendiri. Ia tidaklah dilepas begitu saja sehingga manusia bisa berbuat sebebas-bebasnya dan juga tidak diperketat sedemikian rupa sehingga menjadi suatu pekerjaan yang membosankan.

Hubungan seks yang baik dan benar, yang tidak melanggar syariat selain merupakan puncak keharmonisan suami istri serta penguat perasaan cinta dan kasih sayang diantara mereka berdua maka ia juga termasuk suatu ibadah disisi Allah swt, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”..dan bersetubuh dengan istri juga sedekah. Mereka bertanya,’Wahai Rasulullah, apakah jika diantara kami menyalurkan hasrat biologisnya (bersetubuh) juga mendapat pahala?’ Beliau menjawab,’Bukankah jika ia menyalurkan pada yang haram itu berdosa?, maka demikian pula apabila ia menyalurkan pada yang halal, maka ia juga akan mendapatkan pahala.” (HR. Muslim)

Diantara variasi seksual yang sering dibicarakan para seksolog adalah oral seks, yaitu adanya kontak seksual antara kemaluan dan mulut (lidah) pasangannya. Tentunya ada bermacam-macam oral seks ini, dari mulai menyentuh, mencium hingga menelan kemaluan pasangannya kedalam mulutnya.

Hal yang tidak bisa dihindari ketika seorang ingin melakukan oral seks terhadap pasangannya adalah melihat dan menyentuh kemaluan pasangannya. Dalam hal ini para ulama dari madzhab yang empat bersepakat diperbolehkan bagi suami untuk melihat seluruh tubuh istrinya hingga kemaluannya karena kemaluan adalah pusat kenikmatan. Akan tetapi setiap dari mereka berdua dimakruhkan melihat kemaluan pasangannya terlebih lagi bagian dalamnya tanpa suatu keperluan, sebagaimana diriwayatkan dari Aisyah yang mengatakan,”Aku tidak pernah melihat kemaluannya saw dan beliau saw tidak pernah memperlihatkannya kepadaku.” (al Fiqhul Islami wa Adillatuhu juz IV hal 2650)

Seorang suami berhak menikmati istrinya, khususnya bagaimana dia menikmati berjima’ dengannya dan seluruh bagian tubuh istrinya dengan suatu kenikmatan atau menguasai tubuh dan jiwanya yang menjadi haknya untuk dinikmati maka telah terjadi perbedaan pendapat diantara para ulama kami, karena tujuan dari berjima’ tidaklah sampai kecuali dengan hal yang demikian. (Bada’iush Shona’i juz VI hal 157 - 159, Maktabah Syamilah)

Setiap pasangan suami istri yang diikat dengan pernikahan yang sah didalam berjima’ diperbolehkan untuk saling melihat setiap bagian dari tubuh pasangannya hingga kemaluannya. Adapun hadits yang menyebutkan bahwa siapa yang melihat kemaluan (istrinya) akan menjadi buta adalah hadits munkar tidak ada landasannya. (asy Syarhul Kabir Lisy Syeikh ad Durdir juz II hal 215, Maktabah Syamilah)

Dibolehkan bagi setiap pasangan suami istri untuk saling melihat seluruh tubuh dari pasangannya serta menyentuhnya hingga kemaluannya sebagaimana diriwayatkan dari Bahz bin Hakim dari ayahnya dari kakeknya berkata,” Aku bertanya,’Wahai Rasulullah aurat-aurat kami mana yang tutup dan mana yang kami biarkan? Beliau bersabda,’Jagalah aurat kamu kecuali terhadap istrimu dan budak perempuanmu.” (HR. tirmidzi, dia berkata,”Ini hadits Hasan Shohih.”) Karena kemaluan boleh untuk dinikmati maka ia boleh pula dilihat dan disentuhnya seperti bagian tubuh yang lainnya.

Dan dimakruhkan untuk melihat kemaluannya sebagaimana hadits yang diriwayatkan Aisyah yang berkata,”Aku tidak pernah melihat kemaluan Rasulullah saw.” (HR. Ibnu Majah) dalam lafazh yang lain, Aisyah menyebutkan : Aku tidak melihat kemaluan Rasulullah saw dan beliau saw tidak memperlihatkannya kepadaku.”

Didalam riwayat Ja’far bin Muhammad tentang perempuan yang duduk dihadapan suaminya, di dalam rumahnya dengan menampakkan auratnya yang hanya mengenakan pakaian tipis, Imam Ahmad mengatakan,”Tidak mengapa.” (al Mughni juz XV hal 79, maktabah Syamilah)

Oral seks yang merupakan bagian dari suatu aktivitas seksual ini, menurut Prof DR Ali Al Jumu’ah dan Dr Sabri Abdur Rauf (Ahli Fiqih Univ Al Azhar) boleh dilakukan oleh pasangan suami istri selama hal itu memang dibutuhkan untuk menghadirkan kepuasan mereka berdua dalam berhubungan. Terlebih lagi jika hanya dengan itu ia merasakan kepuasan ketimbang ia terjatuh didalam perzinahan.

Meskipun banyak seksolog yang menempatkan oral seks ini kedalam kategori permainan seks yang aman berbeda dengan anal seks selama betul-betul dijamin kebersihan dan kesehatannya, baik mulut ataupun kemaluannya. Akan tetapi kemungkinan untuk terjangkitnya berbagai penyakit manakala tidak ekstra hati-hati didalam menjaga kebersihannya sangatlah besar.

Hal itu dikarenakan yang keluar dari kemaluan adalah madzi dan mani. Madzi adalah cairan berwarna putih dan halus yang keluar dari kemaluan ketika adanya ketegangan syahwat, hukumnya najis. Sedangkan mani adalah cairan kental memancar yang keluar dari kemaluan ketika syahwatnya memuncak, hukumnya menurut para ulama madzhab Hanafi dan Maliki adalah najis sedangkan menurut para ulama Syafi’i dan Hambali adalah suci.

Mufti Saudi Arabia bagian Selatan, Asy-Syaikh Al`Allamah Ahmad bin Yahya An-Najmi berpenapat bahwa isapan istri terhadap kemaluan suaminya (oral seks) adalah haram dikarenakan kemaluannya itu bisa memancarkan cairan (madzi). Para ulama telah bersepakat bahwa madzi adalah najis. Jika ia masuk kedalam mulutnya dan tertelan sampai ke perut maka akan dapat menyebabkan penyakit.
Adapun Syeikh Yusuf al Qaradhawi memberikan fatwa bahwa oral seks selama tidak menelan madzi yang keluar dari kemaluan pasangannya maka ia adalah makruh dikarenakan hal yang demikian adalah salah satu bentuk kezhaliman (diluar kewajaran dalam berhubungan).

Berhubungan disaat Haidh

Allah swt berfirman,”Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. apabila mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al BAqoroh : 222)

Ayat diatas telah menyebutkan bahwa haidh adalah kotoran yang keluar dari kemaluan perempuan dan diminta kepada para suami yang mendapati istrinya sedang dalam keadaan haidh untuk tidak menyetubuhinya hingga ia suci dari haidhnya.

Jumhur ulama berpendapat bahwa diharamkan bagi suami menyetubuhi (memasukkan penis kedalam vagina) istrinya yang sedang dalam keadaan haidh dan bersenang-senang dengan bagian tubuh yang ada diantara pusar dan lutut, sebagaimana firman Allah swt,” Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita diwaktu haidh.”

Dibolehkan bagi suami yang mendapati istrinya sedang dalam keadaan haidh untuk menikmati bagian tubuh yang ada diatas pusar. Dikarenakan jika ia bersenang-senang dengan bagian yang dibawah pusar maka hal itu sangat mungkin mendorong kepada terjadinya wath’u (masuknya penis kedalam vagina) dan ini diharamkan sebagaiman sabda Rasulullah saw,”Maka barangsiapa yang mengitari daerah larangan maka dikhawatirkan ia akan jatuh kedalamnya.” (HR. Bukhori Muslim)

Adapun tentang kafarat jika terjadi wath’u yang dilakukan suami terhadap istrinya maka terdapat perbedaan pendapat dikalangan para ulama :
1. Para ulama madzhab Maliki, Hanafi dan Syafi’i dalam pendapatnya yang baru adalah tidak ada kafarat namun diwajibkan baginya untuk istighfar dan bertaubat.

2. Para ulama Hambali, riwayat yang paling benar dari mereka, berpendapat wajib baginya membayar kafarat dia boleh memilih dengan membayar 1 dinar (seharga 3,25 gr emas, pen) atau ½ dinar. Kafarat ini tidak diwajibkan bagi yang memang tidak mempunyai sesuatu untuk membayarnya.

3. Para ulama madzhab Syafi’i berpendapat barangsiapa menggaulinya diawal keluarnya darah maka ia harus bersedekah dengan 1 dinar sedangkan baangsiapa yang menggaulinya diakhir keluarnya darah maka ia bersedekah dengan ½ dinar

Kamis, 12 November 2009

Kuis Imam Ghazali

Jika anda ada satu ilmu dan saya ada satu ilmu, kemudian kita tukar ilmu tersebut, anda ada dua ilmu dan saya ada dua ilmu…

Suatu hari, Imam Al-Ghazali berkumpul dengan murid-muridnya lalu beliau bertanya (teka-teki):

Imam Ghazali = Apakah yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini ?
Murid 1 = Orang tua
Murid 2 = Guru
Murid 3 = Teman
Murid 4 = Kaum kerabat
Imam Ghazali = Semua jawapan itu benar. Tetapi yang paling dekat dengan kita ialah MATI. Sebab itu janji Allah bahawa setiap yang bernyawa pasti akan mati ( Surah Ali-Imran :185).

Imam Ghazali = Apa yang paling jauh dari kita di dunia ini ?
Murid 1 = Negeri Cina
Murid 2 = Bulan
Murid 3 = Matahari
Murid 4 = Bintang-bintang
Iman Ghazali = Semua jawaban itu benar. Tetapi yang paling benar adalah MASA LALU. Bagaimanapun kita, apapun kenderaan kita, tetap kita tidak akan dapat kembali ke masa yang lalu. Oleh sebab itu kita harus menjaga hari ini, hari esok dan hari-hari yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran Agama.

Iman Ghazali = Apa yang paling besar didunia ini ?
Murid 1 = Gunung
Murid 2 = Matahari
Murid 3 = Bumi
Imam Ghazali = Semua jawaban itu benar, tapi yang besar sekali adalah HAWA NAFSU (Surah Al A’raf: 179). Maka kita harus hati-hati dengan nafsu kita, jangan sampai nafsu kita membawa ke neraka.

IMAM GHAZALI Apa yang paling berat didunia?
Murid 1 = Baja
Murid 2 = Besi
Murid 3 = Gajah
Imam Ghazali = Semua itu benar, tapi yang paling berat adalah MEMEGANG AMANAH, (Surah Al-Azab : 72 ). Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung, dan malaikat semua tidak mampu ketika Allah SWT meminta mereka menjadi khalifah pemimpin) di dunia ini. Tetapi manusia dengan sombongnya berebut-rebut menyanggupi permintaan Allah SWT sehingga banyak manusia masuk ke neraka kerana gagal memegang amanah.

Imam Ghazali = Apa yang paling ringan di dunia ini ?
Murid 1 = Kapas
Murid 2 = Angin
Murid 3 = Debu
Murid 4 = Daun-daun
Imam Ghazali = Semua jawaban kamu itu benar, tapi yang paling ringan sekali didunia ini adalah MENINGGALKAN SOLAT. Gara-gara pekerjaan kita atau urusan dunia, kita tinggalkan solat

Imam Ghazali = Apa yang paling tajam sekali di dunia ini?
Murid- Murid dengan serentak menjawab = Pedang
Imam Ghazali = Itu benar, tapi yang paling tajam sekali didunia ini adalah LIDAH MANUSIA. Kerana melalui lidah, manusia dengan mudahnya menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya sendiri***Al-Bantany 112
(Al-Fauzien Web.id)

Selasa, 10 November 2009

MENJADI KREATIF DENGAN KECERDASAN KREATIF

Selama ini kebanyakan orang lebih mementingkan kecerdasan umum daripada kecerdasan kreatif, dan menganggap seseorang yang memiliki kecerdasan umum sebagai orang yang akan berhasil dalam menjalankan kehidupannya. Stigma seperti ini adalah keliru, Allan J. Rowe menjelaskan dalam bukunya yang berjudul MEBANGKITKAN POTENSI INOVASI DALAM DIRI DAN ORGANISASI ANDA (Terjemahan Indonesia – Penulis) “Seseorang tidak cukup hanya memiliki kecerdasan umum saja tetapi juga perlu disertai dengan kecerdasan kreatif”
Ada perbedaan yang cukup signifikan antara kecerdasan umum dan kecerdasan kreatif. Kecerdasan umum memiliki karakteristik fokus, disiplin, logis, terbatas, bersahaja, realistis, praktis, serius, stabil dan konservatif. Sedangkan kecerdasan kreatif sifatnya lebih terbuka, inovatif, tak terbatas, berani, spontan, fantastis, imajinatif, revolusioner dan berjiwa bebas. Dalam kecerdasan kreatif, kreativitas bergantung pada bagaimana kita memandang dunia, latar belakang pengetahuan kita dalam suatu bidang dan rasa keingintahuan.
Kecerdasan kreatif memiliki 4 tipe kecerdasan yakni; pertama, kecerdasan Intuitif yang berfokus pada hasil dan mengandalkan pengalaman pada masa lampau sebagai penuntun dalam melakukan berbagai tindakan. Kedua, kecerdasan Inovatif yang berkonsesntrasi pada penyelesaian masalah, sistematis dan mengandalkan data dengan individu yang bersedia untuk bekerja keras dan gigih dalam mengadakan percobaan dengan tepat dan teliti. Kecerdasan Imajinatif yang mampu memvisualisasikan peluang, artistik, senang menulis dan berpikir di luar kotak. Ketiga, Kecerdasan imajinatif memiliki peluang untuk bertahan lebih banyak dimiliki oleh orang-orang yang paling bisa menyesuaikan diri dengan keadaan. Dan yang keempat, kecerdasan inspirasional yang berfokus pada perubahan social dan rela berkorban demi mencapai tujuan yang diinginkan.
Seseorang dapat dikatakan kreatif jika memenuhi beberapa ciri diantarnya
1.Mereka menggunakan pemikiran yang berani dan mendobrak batas-batas serta bersedia
untuk menyimpang dari kebiasaan masyarakat
2.Memiliki keberanian untuk mempertahankan apa yang diyakini dan mau mengambil
resiko dalam keadaan ketidakpastian
3.Membayangkan aoa yang tidak bisa dilihat dan dapat mencapai impian yang mustahil
4.Mencoba pendekatan baru.berbeda dan mengembangkan yang sudah ada
5.Dengan sukarela mengerjakan proyek yang menantang
6.Bertahan dalam pencarian dan mempelajari hal-hal yang tidak diketahui sebelumnya
7.Secara terus menerus mencari alternatif baru, berani mengkritik dan mau mencoba
8.Memiliki citra diri yang positif, tekun dan rasa ingin tahu yang tinggi.
9.Berusaha mengatasi setiap kesulitan dan membuat segala sesuatunya berjalan lancar
dalam kondisi sulit.
Bila anda tidak masuk kedalam beberapa ciri yang disebutkan di atas tidak perlu
kuatir, ada cara untuk meningkatkan kecerdasan kreatif yaitu :
1.Bersedia untuk kompromi
Anda tidak selalu bisa memperoleh dengan tepat apa yang di inginkan. “Setengah
lebih baik daripada tidak sama sekali”.
Dalam membuat keputusan pasti ada pro dan kontra hal ini bergantung pada
kepribadian dan nilai-nilai diri kita. Apa yang paling tepat bagi anda belum tentu
yang terbaik bagi orang lain. KESEDIAAN KOMPROMI RAHASIA KESUKSESAN
2.Mengubah pendekatan
Dengan mengubah pendekatan kita akan mampu mengetahui kesalahan sebelumnya.
3.Menggunakan sudut pandang yang berlawanan
Jika meletakkan diri kita pada posisi orang lain maka perubahan perspektif
sering membawa respons perubahan yang berarti.***Al-Bantany112

Selasa, 03 November 2009

Kumpulan Teori SDM

Secara konseptual, Sumber daya manusia (SDM) memandang manusia sebagai suatu kesatuan jasmani dan rohani. Oleh karenanya, kualitas SDM yang dimiliki oleh suatu bangsa dapat dilihat sebagai suatu sinergi antara kualitas rohani dan jasmani yang dimiliki oleh individu dari warga bangsa yang bersangkutan. Kualitas jasmani dan rohani tersebut oleh Emil Salim dalam Suhandana (1997:151) disebut sebagai kualitas fisik dan non fisik. Lebih lanjut, wujud kualitas fisik ditampakkan oleh postur tubuh, kekuatan, daya tahan, kesehatan, dan kesegaran jasmani.
Dari sudut pandang ilmu pendidikan, kualitas non fisik manusia mencakup domain kognitif, afektif, dan psikomotorik. Kualitas domain kognitif digambarkan oleh tingkat kecerdasan individu, sedangkan kualitas domain afektif digambarkan oleh kadar keimanan, budi pekerti, integritas kepribadian, serta ciri-ciri kemandirian lainnya. Sementara itu, kualitas domain psikomotorik dicerminkan oleh tingkat keterampilan, produktivitas, dan kecakapan mendayagunakan peluang berinovasi.

Menurut Buchori (1993:57) “Sumber daya manusia dibentuk dari tiga dasar kata yaitu sumber, daya, dan manusia. Dari ketiganya tidak ada satu kata pun yang sulit dipahami artinya. Secara sederhana dapat didefinisikan sebagai daya yang bersumber dari manusia. Daya ini dapat pula disebut kemampuan, tenaga, energi, atau kekuatan”. Walaupun demikian, istilah sumber daya manusia telah didefinisikan bermacam-macam oleh para pakar pendidikan maupun psikologi. Diantaranya ialah apa yang telah diutarakan oleh Suit (1996:35) yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan sumber daya manusia adalah “Kekuatan daya pikir dan berkarya manusia yang masih tersimpan dalam dirinya yang perlu dibina dan digali serta dikembangkan untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan kehidupan manusia”.
Menurut Nawawi dalam Makmur (2008:58) pengertian Sumber Daya Manusia perlu dibedakan antara pengertiannya secara makro dan mikro.
Pengertian SDM secara makro adalah semua manusia sebagai penduduk atau warga negara suatu negara atau dalam batas wilayah tertentu yang sudah memasuki usia angkatan kerja, baik yang sudah maupun yang belum memperoleh pekerjaan (lapangan kerja). SDM dalam arti mikro secara sederhana adalah manusia atau orang yang bekerja atau jadi anggota suatu organisasi yang disebut personil, pegawai, karyawan, pekerja, tenaga kerja dan lain-lain.

Gunawan A. Wardhana sebagaimana yang dikutip oleh A.S. Munandar (1981:9) menyatakan bahwa “Sumber daya manusia mencakup semua energi, keterampilan, bakat, dan pengetahuan manusia yang dipergunakan secara potensial dapat atau harus dipergunakan untuk tujuan produksi dan jasa-jasa yang bermanfaat”.
Menurut Arifin (1998:76) dalam jurnal “Ilmu Pendidikan Islam STAIN Cirebon” yang berjudul “Nuansa Teosentris Humanistik Pendidikan Islam; Signifikansi Pemikiran Hasan Langgulung dalam Konstalasi Reformasi Pendidikan Islam”
Era globalisasi yang ditandai dengan transparansi di segala bidang kehidupan, telah menuntut SDM berkualitas yang memiliki seperangkat pengetahuan dan keterampilan yang memadai yang diimbangi dengan nilai-nilai tertentu sesuai dengan karakter dunia baru. Yaitu dunia tanpa batas (borderless world) yang berarti komunikasi antar manusia menjadi begitu mudah, begitu cepat, dan begitu intensif sehingga batas-batas ruang menjadi sirna. Adapun nilai-nilai tersebut antara lain; profesionalisme, kompetitif, efektif dan efisien dalam tata kerja, sehingga fungsi pendidikan tidak sekadar sebagai agent of knowledge akan tetapi harus mampu mengakomodir pengalaman, keterampilan dan nilai-nilai globalisasi dalam satu paket pendidikan.
Dari hal tersebut orientasi pendidikan harus terkait dan sepadan dengan kebutuhan masyarakat yang terus berkembang dengan berbagai sektor kebutuhan, terutama dunia industri dan dunia usaha. Untuk itu, maka para pakar khususnya futurolog pendidikan telah menyusun berbagai skenario mengenai karakteristik manusia, salah satunya sebagaimana pendapat Robert Reich yang dikutip oleh Mastuhu dalam makalah “Menuju Sistem Pendidikan Yang Lebih Baik Menyongsong Era Baru Pasca Orba” mengemukakan bahwa manusia berkualitas yang cerdas itu memiliki ciri-ciri antara lain:
1. Added Values (memiliki nilai tambah, keahlian, profesionalisme)
2. Abstraction System Thinking (mampu berpikir rasional, mengabstraksikan suatu persoalan secara sistematis melalui pendekatan ilmiah objektif)
3. Experimentation and Test (mampu berpikir di balik data-data dengan melihat dari berbagai sudut)
4. Collaboration (mampu bekerja sama, bersinergi).

Selain daripada hal tersebut, Fattah (2000:6) menyebutkan dua dimensi sumber daya manusia.
Sumber Daya Manusia terdiri dari dua dimensi, yaitu dimensi kualitatif dan dimensi kuantitatif. Dimensi kualitatif mencakup berbagai potensi yang terkandung pada setiap manusia, antara lain pikiran (ide), pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang memberi pengaruh terhadap kapasitas kemampuan manusia untuk melaksanakan pekerjaan yang produktif sedangkan dimensi kuantitatif adalah terdiri atas prestasi dunia kerja yang memasuki dunia kerja dalam jumlah waktu belajar. Jika pengeluaran untuk meningkatkan kualitas SDM ditingkatkan, nilai produktifitas dari SDM tersebut akan menghasilkan nilai balik (rate of return) yang positif.”

Dari beberapa definisi di atas, peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan sumber daya manusia itu adalah tenaga atau kekuatan/kemampuan yang dimiliki oleh seseorang berupa daya pikir, daya cipta, dan daya karsa yang masih tersimpan dalam dirinya sebagai energi potensial yang siap dikembangkan menjadi daya-daya berguna sesuai dengan keinginan manusia itu sendiri.

Kumpulan Teori Kerjasama

Menurut Zainudin dalam website www.etd.library.ums.ac.id kerjasama merupakan
Kepedulian satu orang atau satu pihak dengan orang atau pihak lain yang tercermin dalam suatu kegiatan yang menguntungkan semua pihak dengan prinsip saling percaya, menghargai dan adanya norma yang mengatur, makna kerjasama dalam hal ini adalah kerjasama dalam konteks organisasi, yaitu kerja antar anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi (seluruh anggota).

Sedangkan Menurut Pamudji dalam bukunya yang berjudul “Kerjasama Antar Daerah” (1985:12-13)
Kerjasama pada hakekatnya mengindikasikan adanya dua pihak atau lebih yang berinteraksi secara dinamis untuk mencapai suatu tujuan bersama. Dalam pengertian itu terkandung tiga unsur pokok yang melekat pada suatu kerangka kerjasama, yaitu unsur dua pihak atau lebih, unsur interaksi dan unsur tujuan bersama. Jika satu unsur tersebut tidak termuat dalam satu obyek yang dikaji, dapat dianggap bahwa pada obyek itu tidak terdapat kerjasama.
Unsur dua pihak, selalu menggambarkan suatu himpunan yang satu sama lain saling mempengaruhi sehingga interaksi untuk mewujudkan tujuan bersama penting dilakukan. Apabila hubungan atau interaksi itu tidak ditujukan pada terpenuhinya kepentingan masing-masing pihak, maka hubungan yang dimaksud bukanlah suatu kerjasama. Suatu interaksi meskipun bersifat dinamis, tidak selalu berarti kerjasama. Suatu interaksi yang ditujukan untuk memenuhi kepentingan pihak-pihak lain yang terlibat dalam proses interaksi, juga bukan suatu kerjasama. Kerjasama senantiasa menempatkan pihak-pihak yang berinteraksi pada posisi yang seimbang, serasi dan selaras.

Menurut Thomson dan Perry dalam Keban (2007:28), Kerjasama memiliki derajat yang berbeda, mulai dari koordinasi dan kooperasi (cooperation) sampai pada derajat yang lebih tinggi yaitu collaboration. “Para ahli pada dasarnya menyetujui bahwa perbedaan terletak pada kedalaman interaksi, integrasi, komitmen dan kompleksitas dimana cooperation terletak pada tingkatan yang paling rendah. Sedangkan collaboration pada tingkatan yang paling tinggi”.
Menurut Rosen dalam Keban (2007:32)
“Secara teoritis, istilah kerjasama (cooperation) telah lama dikenal dan dikonsepsikan sebagai suatu sumber efisiensi dan kualitas pelayanan. Kerjasama telah dikenal sebagai cara yang jitu untuk mengambil manfaat dari ekonomi skala (economies of scales). Pembelanjaan atau pembelian bersama misalnya, telah membuktikan keuntungan tersebut, dimana pembelian dalam skala besar atau melebihi “threshold points”, akan lebih menguntungkan daripada dalam skala kecil. Dengan kerjasama tersebut biaya overhead (overhead cost) akan teratasi meskipun dalam skala yang kecil. Sharing dalam investasi misalnya, akan memberikan hasil yang memuaskan dalam penyediaan fasilitas sarana dan prasarana. Kerjasama juga dapat meningkatkan kualitas pelayanan misalnya dalam pemberian atau pengadaan fasilitas, dimana masing-masing pihak tidak dapat membelinya sendiri. Dengan kerjasama, fasilitas pelayanan yang mahal harganya dapat dibeli dan dinikmati bersama seperti pusat rekreasi, pendidikan orang dewasa, transportasi dan sebagainya”.

Menurut Tangkilisan (2005:86) dalam bukunya yang berjudul Manajemen Publik
Lingkungan ekstern maupun intern, yaitu semua kekuatan yang timbul diluar batas-batas organisasi dapat mempengaruhi keputusan serta tindakan di dalam organisasi. Karenanya perlu diadakan kerjasama dengan kekuatan yang diperkirakan mungkin akan timbul. Kerjasama tersebut dapat didasarkan atas hak, kewajiban dan tanggungjawab masing-masing orang untuk mencapai tujuan.

Dwight Waldo dalam Hamdi (2007:41) menyatakan bahwa “In general, the more knowledge that is necessary to run a contemporary society, and the more specializationnthat is a consequence, then the more need of and potential for horizontal rather than vertical cooperative arrangements” yang intinya menjelaskan bahwa pada umumnya suatu keadaan berimplikasi pada semakin banyaknya kebutuhan, dan juga semakin berkembangnya potensi, untuk tatanan kerjasama yang bersifat horizontal ketimbang kerjasama yang bersifat vertikal.
Kerjasama dapat dilakukan dengan beberapa bentuk perjanjian dan pengaturan. Hal ini dijelaskan oleh Rosen dalam Keban (2007:33) bahwa bentuk perjanjian (forms of agreement) dibedakan atas :
1.Handshake Agreements, yaitu pengaturan kerja yang tidak didasarkan atas perjanjian tertulis.
2.Written Agreements, yaitu pengaturan kerjasama yang didasarkan atas perjanjian tertulis.
Sedangkan pengaturan kerjasama terdiri atas beberapa bentuk yaitu :
1.Consortia, yaitu pengaturan kerjasama dalam sharing sumberdaya, karena lebih mahal jika ditanggung sendiri-sendiri.
2.Joint Purchasing, yaitu pengaturan kerjasama dalam melakukan pembelian barang agar dapat menekan biaya karena skala pembelian lebih besar.
3.Equipment Sharing, yaitu pengaturan kerjasama dalam sharing peralatan yang mahal, atau yang tidak setiap hari digunakan.
4.Cooperative Construction, yaitu pengaturan kerjasama dalam mendirikan bangunan.
5.Joint services, yaitu pengaturan kerjasama dalam memberikan pelayanan publik.
6.Contract Services, yaitu pengaturan kerjasama dimana pihak yang satu mengkontrak pihak lain untuk memberikan pelayanan tertentu.
7.Pengaturan lainnya; yaitu pengaturan kerjasama lain dapat dilakukan selama dapat menekan biaya, misalnya membuat pusat pendidikan dan pelatihan

Bowo dan Andy menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan kerjasama harus tercapai keuntungan bersama (2007:50-51)
“Pelaksanaan kerjasama hanya dapat tercapai apabila diperoleh manfaat bersama bagi semua pihak yang terlibat didalamnya (win-win). Apabila satu pihak dirugikan dalam proses kerjasama, maka kerjasama tidak lagi terpenuhi. Dalam upaya mencapai keuntungan atau manfaat bersama dari kerjasama, perlu komunikasi yang baik antara semua pihak dan pemahaman sama terhadap tujuan bersama”

Agar dapat berhasil melaksanakan kerjasama maka dibutuhkan prinsip-prinsip umum sebagaimana yang dijelaskan oleh Edralin dan Whitaker dalam Keban (2007:35) prinsip umum tersebut terdapat dalam prinsip good governance antara lain :
1.Transparansi
2.Akuntabilitas
3.Partisipatif
4.Efisiensi
5.Efektivitas
6.Konsensus
7.Saling menguntungkan dan memajukan

Kumpulan Teori Efektivitas

Efektivitas merupakan salah satu pencapaian yang ingin diraih oleh sebuah organisasi. Untuk memperoleh teori efektivitas peneliti dapat menggunakan konsep-konsep dalam teori manajemen dan organisasi khususnya yang berkaitan dengan teori efektivitas.
Efektivitas tidak dapat disamakan dengan efisiensi. Karena keduanya memiliki arti yang berbeda, walaupun dalam berbagai penggunaan kata efisiensi lekat dengan kata efektivitas. Efisiensi mengandung pengertian perbandingan antara biaya dan hasil, sedangkan efektivitas secara langsung dihubungkan dengan pencapaian tujuan.
Atmosoeprapto (2002:139) menyatakan Efektivitas adalah melakukan hal yang benar, sedangkan efisiensi adalah melakukan hal secara benar, atau efektivitas adalah sejauh mana kita mencapai sasaran dan efisiensi adalah bagaimana kita mencampur segala sumber daya secara cermat.
Efektivitas memiliki tiga tingkatan sebagaimana yang didasarkan oleh David J. Lawless dalam Gibson, Ivancevich dan Donnely (1997:25-26) antara lain :
1.Efektivitas Individu
Efektivitas Individu didasarkan pada pandangan dari segi individu yang menekankan pada hasil karya karyawan atau anggota dari organisasi;
2.Efektivitas kelompok
Adanya pandangan bahwa pada kenyataannya individu saling bekerja sama dalam kelompok. Jadi efektivitas kelompok merupakan Jumlah kontribusi dari semua anggota kelompoknya;
3.Efektivitas Organisasi
Efektivitas organisasi terdiri dari efektivitas individu dan kelompok. Melalui pengaruh sinergitas, organisasi mampu mendapatkan hasil karya yang lebih tinggi tingkatannya daripada jumlah hasil karya tiap-tiap bagiannya.


Efektivitas dalam kegiatan organisasi dapat dirumuskan sebagai tingkat perwujudan sasaran yang menunjukkan sejauh mana sasaran telah dicapai. Sumaryadi (2005:105) berpendapat dalam bukunya ”Efektivitas Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah” bahwa:
Organisasi dapat dikatakan efektif bila organisasi tersebut dapat sepenuhnya mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Efektivitas umumnya dipandang sebagai tingkat pencapaian tujuan operatif dan operasional. Dengan demikian pada dasarnya efektivitas adalah tingkat pencapaian tujuan atau sasaran organisasional sesuai yang ditetapkan. Efektivitas adalah seberapa baik pekerjaan yang dilakukan, sejauh mana seseorang menghasilkan keluaran sesuai dengan yang diharapkan. Ini dapat diartikan, apabila sesuatu pekerjaan dapat dilakukan dengan baik sesuai dengan yang direncanakan, dapat dikatakan efektif tanpa memperhatikan waktu, tenaga dan yang lain.

Sementara itu, Sharma dalam Tangkilisan (2005:64) memberikan kriteria atau ukuran efektivitas organisasi yang menyangkut faktor internal organisasi dan faktor eksternal organisasi antara lain:
1.Produktivitas organisasi atau output;
2.Efektivitas organisasi dalam bentuk keberhasilannya menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan di dalam dan di luar organisasi;
3.Tidak adanya ketegangan di dalam organisasi atau hambatan-hambatan konflik diantara bagian-bagian organisasi.

sedangkan Steers dalam Tangkilisan (2005:64) mengemukakan lima kriteria dalam pengukuran efektivitas organisasi yaitu:
1.Produktivitas;
2.Kemampuan adaptasi atau fleksibilitas;
3.Kepuasan kerja;
4.Kemampuan berlaba;
5.Pencarian sumber daya.

Gibson dalam Tangkilisan (2005:65) mengatakan hal yang berbeda bahwa efektivitas organisasi dapat pula diukur melalui :
1.Kejelasan tujuan yang hendak dicapai
2.Kejelasan strategi pencapaian tujuan
3.Proses analisis dan perumusan kebijaksanaan yang mantap
4.Perencanaan yang matang
5.Penyusunan program yang tepat
6.Tersedianya sarana dan prasarana
7.Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik
Adapun Emerson dalam Handayaningrat (1996:16) mengatakan bahwa “Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan”. Jadi apabila tujuan tersebut telah dicapai, baru dapat dikatakan efektif. Masih dalam buku yang sama, Hal ini dipertegas kembali dengan pendapat Hasibuan dalam Handayaningrat (1996:16) bahwa “efektivitas adalah tercapainya suatu sasaran eksplisit dan implisit”. Hal senada juga dikemukakan oleh Miller dalam Handayaningrat (1996:16) “Effectiveness be define as the degree to which a social system achieve its goals. Effectiveness must be distinguished from efficiency. Efficiency is mainly concerned with goal attainments”, yang artinya efektivitas dimaksudkan sebagai tingkat seberapa jauh suatu sistem-sistem sosial mencapai tujuannya.
Selain pencapaian tujuan, Winardi (1992:84) menjelaskan “Efektivitas adalah hasil yang dicapai seorang pekerja dibandingkan dengan hasil produksi lain dalam jangka waktu tertentu”. Apabila peneliti analisa kutipan ini, maka efektivitas adalah hasil yang diperoleh seorang pekerja dan dibandingkan dengan waktu yang dipergunakan untuk menghasilkan barang/jasa tersebut.
Efektivitas berkaitan dengan pencapaian unjuk kerja yang maksimal dalam arti pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Jadi efektivitas ini lebih berorientasi kepada keluaran. Sedangkan masalah penggunaan masukan kurang menjadi perhatian utama
Hall dalam Tangkilisan (2005:67) mengartikan bahwa dengan tingkat sejauh mana suatu organisasi merealisasikan tujuannya, semua konsep tersebut hanya menunjukkan pada pencapaian tujuan organisasi. Sedangkan bagaimana cara mencapainya tidak dibahas. Yang membahas bagaimana mencapai tingkat efektivitas adalah Argris dalam Tangkilisan (2005:68) yang mengatakan”Organizational effectiveness then is balanced organization optimal emphasis upon achieving object solving competence and human energy utilization” atau dengan kata lain efektivitas organisasi adalah keseimbangan atau pendekatan secara optimal pada pencapaian tujuan, kemampuan dan pemanfaatan tenaga manusia.
Amirullah dan Ribdyah Hanafi (2002) efektivitas menunjukkan kemampuan suatu perusahaan dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan secara tepat. Pencapaian sasaran yang telah ditetapkan dan ukuran maupun standar yang berlaku mencerminkan suatu perusahaan tersebut telah memperhatikan efektivitas operasionalnya.
Menurut Gibson, Donnely dan Ivancevich konsep efektivitas terdiri dari dua pendekatan yaitu pendekatan Tujuan dan pendekatan sistem (1997:27-29). Dua pendekatan tersebut antara lain :
Pendekatan tujuan untuk menentukan dan mengevaluasi efektivitas didasarkan pada gagasan bahwa organisasi diciptakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Sedangkan dalam teori sistem, organisasi dipandang sebagai suatu unsur dari sejumlah unsur yang saling berhubungan dan saling tergantung satu sama lain. Arus masukan (input) dan keluaran (output) merupakan titik tolak dalam uraian organisasi. Dengan kata lain yang lebih sederhana, organisasi mengambil sumber (input) dari sistem yang lebih luas (lingkungan), memproses sumber ini dan mengembalikannya dalam bentuk yang sudah dirubah (output).

Gibson, Donnely dan Ivancevich memberikan batasan dalam kriteria efektivitas organisasi melalui pendekatan teori sistem (1997:31-32) antara lain :
1.Produksi
Produksi merupakan Kemampuan organisasi untuk memproduksi jumlah dan mutu output yang sesuai dengan permintaan lingkungan.
2.Efisiensi
Konsep efisiensi didefenisikan sebagai angka perbandingan (rasio) antara output dan input. Ukuran efisiensi harus dinyatakan dalam perbandingan antara keuntungan dan biaya atau dengan waktu atau dengan output.
3.Kepuasan
Kepuasan menunjukkan sampai sejauh mana organisasi memenuhi kebutuhan para karyawan dan pengguna .
4.Adaptasi
Kemampuan adaptasi adalah sampai seberapa jauh organisasi dapat menanggapi perubahan ekstern dan intern.
5.Perkembangan
Organisasi harus mengivestasi dalam organisasi itu sendiri untuk memperluas kemampuannya untuk hidup terus dalam jangka panjang.
6.Hidup Terus
Organisasi harus dapat hidup terus dalam jangka waktu yang panjang.



Berdasarkan beberapa teori yang dikemukakan oleh para pakar di atas, peneliti menggunakan teori Emerson dalam Handayaningrat (1996:16) bahwa “Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan”. Jadi apabila tujuan tersebut telah dicapai, baru dapat dikatakan efektif.

KEGAGALAN BUKANLAH AKHIR SEBUAH PERJUANGAN

Setiap orang tidak menginginkan kegagalan terjadi dalam hidupnya. Kegagalan dianggap oleh manusia pengecut sebagai momok yang sangat menakutkan yang dapat memupuskan semua asa dan cita-citanya hingga ia tidak berani untuk mencoba melakukan sesuatu. Tetapi bagi manusia pemberani, kegagalan dijadikan sebagai sarana latihan untuk mencapai prestasi yang lebih baik.
Banyak tokoh-tokoh besar yang justru puncak keberhasilannya diperoleh malalui kedewasaan dan kematangan berpikir setelah merenungi hikmah dibalik kegagalannya dan berusaha bangkit dari keerpurukannya tersebut.
Sebut saja salah satu tokoh Sir Thomas Alva Edison. Ia banyak mengalami kegagalan dalam setiap eksperimennya. Ratusan hingga ribuan kali eksperimennya tidak pernah menuai hasil. Namun ia tidak pernah menyerah dari setiap kegagalan yang menimpa dirinya. Ia berkata “Kegagalan adalah keberhasilan menemukan jalan yang salah”. Kini manusia disuluruh penjuru negeri di dunia menikmati hasil eksperimennya yaitu bola lampu. Karya dan dedikasinya kini dapat menerangi bumi ini dari gelapnya malam.
Kegagalan merupakan proses pendewasaan bagi diri seseorang, apabila orang tersebut menjadikan kegagalan sebagai media pembelajaran. Banyak orang yang mulai menapaki satu demi satu tangga keberhasilan, dimulai dengan belajar dari kegagalan setelah terlebih dahulu mengetahui dan memaknai hikmah yang tersirat di dalamnya. Belajar merasakan pahit getir kehidupan menjadikan orang tersebut siap mengahdapi segala problematika hidup yang ada di masa depan, termasuk kegagalan itu sendiri. Kegagalan merupakan tolak ukur seseorang untuk meraih keberhasilan. Yang penting dan harus diingat adalah kegagalan bukanlah akhir dari sebuah perjuangan melainkan proses evaluasi ulang menyusun strategi baru yang lebih jitu dalam meraih puncak keberhasilan secara maksimal.

Kata Bijak
•Belajar dari kegagalan lebih baik daripada belajar dari keberhasilan.
•Kegagalan adalah keberhasilan menemukan jalan yang salah.
•Kegagalan biasanya merupakan langkah awal menuju sukses, tetapi sukses itu sendiri sesungguhnya baru merupakan jalan tak berketentuan menuju puncak sukses (Lambert Jeffries)
•Hanya ikan yang bodoh yang bisa dua kali kena pancing dengan umpan yang sama.
•Takut kegagalan seharusnya tidak menjadi alasan untuk tidak mencoba sesuatu.
•Kegagalan mungkin terasa pahit, seperti obat agar kita lebih giat berjuang. Kemenangan mungkin menyenangkan tapi jangan sampai terbius.
•Setiap orang pasti pernah gagal. Tidak ada orang yang selalu gagal, begitu juga tidak ada orang yang selalu berhasil. Yang siap menghadapi kedua-duanya , sebenarnya adalah yang telah berhasil.
•Kegagalan biasanya disebabkan oleh tidak adanya keseimbangan antara keinginan dan kesungguhan dalam menyempurnakan ikhtiar.
•Kegagalan pertama bagi seseorang adalah tidak adanya kemauan kuat untuk mencoba sesuatu dengan benar.
•Ujian terbesar bagi keberanian di bumi ini adalah mampu menghadapi kekalahan tanpa kehilangan hati. (RG. Ingresoll)
•Akan ada kekecawaan dan kegagalan sepanjang perjalanan. Belajar dari pengalaman-pengalaman ini memberi anda pemahaman berharga yang bisa menghantar kesuksesan anda di masa mendatang.
•Tidak ada perjalanan yang lebih bagus selain kegagalan. (Benjamin Disraeli)
•Saya tidak pernah putus asa, karena setiap upaya keliru yang disingkirkan menjadi langkah lainnnya untuk maju (Thomas Alva Edison)
•99 % kegagalan adalah karena keputusan menyerah dan berhenti sebelum finish tujuan terlewati. **by: Al-Bantany112

ASYIKNYA MENGENAL KARAKTER MELALUI GRAFOLOGI

Mau tahu kepribadian rekan kerja kita? Atau bingung mengenal karakter pasangan hidup kita? Gak perlu sibuk wara-wiri nyari dukun dengan jampi-jampinya, atau ngegosip yang gak pernah ada habis-habisnya. Kini Anda cukup membaca informasi ini dengan singkat dan kemudian mempelajari serta mendalami melalui intensitas latihan rutin ilmu grafology.

Ilmu ini bukanlah ilmu mistik yang mampu meramal nasib seseorang melalui tulisan tangan. Grafology merupakan ilmu saintifik yang mempelajari karakter atau kepribadian seseorang melalui tulisan tangan. Grafology telah di kenal sejak 6000 tahun yang lalu pada masa peradaban Cina, Yunani dan Romawi. Ilmu ini diperkenalkan dan dipopulerkan pertama kali oleh Jean Michon, seorang pria berkebangsaan Perancis pada abad 19. Kemudian pada tahun 1930, grafologi sebagai ilmu modern dikembangkan oleh psikolog Amerika yang bernama Gordon Allport.

Grafology saat ini sering digunakan pada seleksi rekruitmen pegawai untuk mengetahui karakter calon pegawai yang akan direkrut. Namun sejatinya ilmu ini bisa diaplikasikan dalam berbagai situasi dan kondisi sesuai dengan kebutuhan. Misalnya seorang guru yang ingin lebih mengenal murid-muridnya, seorang mahasiswa yang ingin berhadapan dengan dosen pengujinya atau pasangan muda-mudi yang sedang di mabuk kasmaran dan selalu haus informasi pasangannya, semuanya dapat terjawab melalui tulisan tangan.

Sebelum pada tataran praktis, perlu di ingat bahwa parameter penilaian objektivitas grafologi bersifat subjektif, karena pada hakikatnya, yang mengetahui karakter seseorang adalah dirinya sendiri. Terkadang mungkin saja yang bersangkutan tidak menyadari atau berusaha menutup-nutupinya. But don worry, secara tidak sadar ayunan gerakan tangan kita dipengaruhi oleh kondisi psikis dalam diri yang keluar dan terekam melalui coretan tulisan. Hal inilah yang menjadi penilaian dalam teknik membaca karakter seseorang melalui grafology. Ok kita langsung pada intinya!!! takutnya kalau kelamaan dan panjang lebar kuatir di tinggal kabur pembaca...

1. Arah kemiringan huruf

a) Ke kanan = ekspresif, emosional

b) Tegak = menahan diri, emosi sedang

c) Ke kiri = menutup diri

2. Bentuk umum huruf-huruf

a) Bulat atau melingkar = alami, easygoing

b) Bersudut tajam = agresif, to the point, energi kuat

c) Bujursangkar = realistis, praktek berdasar pengalaman

d) Coretan tak beraturan = artistik, tidak punya standar

3. Huruf-huruf bersambung atau tidak

a) Bersambung seluruhnya = sosial, suka bicara dan bertemu dengan orang banyak

b) Sebagian bersambung sebagian lepas = pemalu, idealis yang agak sulit membina hubungan (terlebih hubungan spesial).

c) Lepas seluruhnya = berpikir sebelum bertindak, cerdas, seksama

4. Spasi antar kata

a) Berjarak tegas = suka berbicara (mungkin orang yang selalu sibuk?)

b) Rapat/Seolah tidak berjarak = tidak sabaran, percaya diri dan cepat bertindak

5. Jarak vertikal antar baris tulisan

a) Sangat jauh = terisolasi, menutup diri, bahkan mungkin anti sosial

b) Cukup berjarak sehingga huruf di baris atas tidak bersentuhan dengan baris di bawahnya = boros, suka bicara

c) Berjarak rapat sehingga ujung bawah huruf ‘y’, ‘g’, menyentuh ujung atas huruf ‘h’, ‘t’ = organisator yang baik

6. Interpretasi huruf ‘t’

a) Letak palang (-) pada kail ‘t’
- Cenderung ke kiri = pribadi waspada, kurang percaya pada semua hal
- Tepat di tengah = pribadi yang kurang orisinil tapi sangat bertanggung jawab (kemungkinan cocok dalam bidang manajemen)
- Cenderung ke kanan = pribadi handal, teliti, mampu memimpin

b) Panjang kail ‘t’ menunjukkan kemampuan potensial untuk mencapai target.
Tinggi-rendah palang (-) pada kail ‘t’:
- Rendah = setting target lebih rendah dari kemampuan sebenarnya (kurang percaya diri atau pemalas)
- Tinggi = setting target tinggi tapi juga diimbangi oleh kemampuan
- Di atas kail = setting target lebih tinggi dibanding kemampuan

7. Arah tulisan pada kertas

a) Naik/menanjak = energik, optimis, tegas

b) Tetap/lurus = perfeksionis, sulit bergaul

c) Turun = seorang yang tertekan atau lelah, kemungkinan menutup diri

8. Tekanan saat menulis

Makin kuat tekanan, makin besar intensitas emosional penulisnya.

Jadi penasaran ??? mau coba ??? cari aja penulisnya!!!***Al-Bantany 112

Referensi : www.wirasabha.web.id dan visimediapustaka.com

Workshop Pengembangan Kapasitas KPA Provinsi Banten, Lampung dan DI Yogyakarta

Hasil laporan dari Departemen Kesehatan mencatat Kasus AIDS di Banten sebanyak 74 kasus, di Lampung 143 kasus, sedangkan di DI Yogyakarta sebanyak 246 kasus. Dari Kasus tersebut Banten sebanyak 55 IDU, Lampung 111 IDU dan DI Yogyakarta 119. Sedangkan jumlah kematian terbesar yang disebabkan AIDS terjadi di DI Yogyakarta sebanyak 70 orang, Lampung 42 orang dan Banten 12 orang. Atas dasar laporan tersebut, KPA (Komisi Penanggulangan AIDS) Nasional menyelenggarakan Workshop Pengembangan Kapasitas bagi ketiga provinsi antara lain Banten, Lampung dan DI Yogyakarta mengingat banyaknya kasus yang terjadi di masing-masing kabupaten/kota.
Workshop ini diikuti oleh beberapa peserta dari KPA masing-masing Provinsi dan Kabupaten/Kota, Instansi Pemerintah (Bappeda dan Dinas Kesehatan) masing-masing kab/kota dan Provinsi, Kepolisian, Populasi kunci yang rentan terinfeksi HIV (JAWALA, JOTHI, KEBAYA, CONTRAS, GKNB, pengurus lokalisasi dan PLHIV) dengan jumlah peserta sebanyak kurang lebih 90 orang. Fasilitator dalam workshop ini diambil alih oleh UNDP (Mr Pramoud dan Mr Allan Henderson.
Workshop pengembangan kapasitas yang dilaksanakan selama 5 hari di Hotel Saphir - Yogyakarta dimulai sejak tanggal 26 Oktober -31 Oktober 2009, dengan hasil beberapa Breakthrough (Prakarsa Terobosan) antara lain :
  • Pembentukan Desa Siaga AIDS dan RBM (Rehabilitasi Berbasis Masyarakat)
  • Mapping data sebagai bahan advokasi serta pelaksanaan advokasi anggaran untuk peningkatan SDM dan Sarana dan Prasarana dalam mendukung Program Penanggulangan AIDS
  • Optimalisasi program HR (Harm Reduction) melalui pemetaan dan koordinasi intensif serta perluasan layanan VCT dan pelatihan CST.
  • Penguatan koordinasi antar lintas sektoral dan penguatan komunitas populasi kunci dalam konteks penanggulangan AIDS
  • Pemberdayaan ekonomi populasi kunci menuju kemandirian
  • Kerjasama tokoh agama, tokoh masyarakat untuk peningkatan wawasan dan kepedulian masyarakat. **Al-Bantany 112